Unit Kegiatan Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Blogroll

Rabu, 22 Februari 2012

Air menjadi…
Tanah menjadi…
Angin menjadi…
Alam….????


Dua spot lampu atas pada sisi kanan kiri panggung bersinar redup, spot sisi kiri seorang perempuan menggeliat-geliat seperti sedang menari. Gundukan pasir yang menggunduk di depannya kemudian digenggamnya, lalu dibasuhkan ke muka, tangan, dan kaki seperti layaknya seseorang yang tengah melakukan tayamum. Perlahan dengan langkah lamban ia mendekat pada sisi spot sebelah kanan.
Spot pada sisi bagian kanan panggung, seorang laki-laki berkepala gundul setengah telanjang berdiri di dalam sebuah kelambu panjang berbentuk tabung yang membentang dari atas ke bawah. Lambat laun ia pun mulai mengexplorasi tubuhnya, menari memainkan lunglai tubuhnya di dalamnya. Si perempuan mendekati, lalu keduanya saling bersentuhan, mengexplorasi tubuh yang satu dengan tubuh yang lain, mengexplorasi ruang yang satu dengan ruang yang lain. Dan penulis sendiri berasumsi bahwa mereka sedang melakukan proses komunikasi tubuh di antara mereka (sex).
Demikian awal dari sebuah pertunjukan teater yang berjudul EGO, karya /sutradara Yayan ‘Katho’ Musiarso (27/08/08) yang dipentaskan di Galeri UIN Sunan Gunung Djati Bandung garapan Teater Awal yang akan berlanjut di UNSIKA Karawang dan TIM (Taman Ismail Marzuki) Jakarta. Mendengar kata ego, penulis membayangkan dalam pertunjukkan ini adalah sebuah pertunjukkan yang membicarakan tentang oposisi biner tentang sesuatu. Tetapi ternyata tidak! Ego dalam pertunjukkan garapan Teater Awal ini adalah sebuah komunikasi tubuh antara dua lawan jenis laki-laki dan perempuan bagaimana mereka untuk mencipta dan bagaimana untuk menjadi. Mengapa, bagaimana, dan untuk apa?
Freud seorang pelopor psikoanalisis mengatakan bahwa manusia memiliki insting yang sangat mendasar yaitu insting kehidupan (eros) dan insting kematian (thanatos). Insting kehidupan ini di bagi menjadi dua yaitu insting individual dan insting spesies. Insting individual ini adalah sebuah dorongan dari setiap individu bagaimana setiap individu tersebut melakukan sebuah proses pertahanan hidup. Sedangkan insting spesies adalah insting di mana setiap manusia harus menjaga keberlangsungan hidupa spesies mereka (re-generasi). Insting spesies ini merupakan upaya atau dorongan untuk melakukan aktivitas seksual yang bersifat reproduksi di mana kehidupan manusia itu sendiri tetap eksis.
Pada adegan awal dalam pertunjukkan ini, merupakan sebuah proses pemunculan dua karakter yang berbeda di mana pada adegan ini merujuk pada teori Freud tadi, bahwa manusia itu mempunyai insting spesies—melakukan proses komunikasi tubuh (dua lawan jenis berbeda) untuk melahirkan sesuatu (manusia-manusia yang lain).
Kemudian pada adegan selanjutnya, setelah melalui proses persetubuhan di antara keduanya, dari sisi wing kanan dan kiri muncul empat orang laki-laki gundul setengah telanjang dan empat orang perempuan bertopeng Semar berpakaian putih. Pada masing-masing bagian perut pakaian yang di kenakan keempat actor tersebut bergambar seorang bayi yang siap-siap mau dilahirkan. Hal ini mungkin untuk menunjukkan pada para penonton bahwa para perempuan-perempuan itu tengah hamil dan pada adegan ini pula memang keempat perempuan tersebut melakukan adegan di mana mereka sedang berusaha keras untuk melahirkan anak-anaknya. Ketegangan pun berlangsung dengan tata cahaya liar seperti kita tengah berada di dunia pub.
Proses kelahiran pun terjadi, sosok laki-laki muncul dari sebuah property panggung yang lebih menyerupai tulang iga manusia. Ia berlari ke sana ke mari, sesekali berjalan lamban sambil melihat bayangannya sendiri, bersosialisasi dengan ruang di sekitarnya. Seolah-olah sedang berusaha untuk mengenal siapa dirinya dan siapa di sekelilingnya.
Merujuk pada pemahaman penulis mengenai teorinya Freud, bahwa manusia itu tidak hanya memiliki apa yang disebut insting. Melainkan ada satu hal yang dinamai dengan ego. Proses komunikasi tubuh, kelahiran, sampai pengenalan terhadap sesuatu, pada bagian ini penulis berasumsi bahwa proses tersebut merupakan sebuah implementasi dari hasil kreasi dari apa yang disebut dengan ego. Ego sendiri kata Freud bukanlah ke-aku-an dalam mementingkan diri sendiri melainkan ego adalah mengacu kepada keberfungsian diri.
Keberfungsian ini yang nantinya mengacu kepada untuk apa manusia hidup dan bagaimana melaksanakan hidup. Ego dalam hal ini merupakan sebuah strategi psikologi yang dilakukan manusia untuk berhadapan dengan kenyataan dan mempertahankan cita-diri. Posisi ego haruslah sangat kuat karena dapat menjaga setiap individu untuk berada dalam keseimbangan hidup.
Terakhir, Ego adalah pembelajaran. Ego adalah diri. Ego adalah hasrat dan keinginan. Ego adalah hidup dan menghidupi. Ego adalah perjalanan untuk sampai pada ujung-Nya, perjalanan yang akan membuat kita bernama manusia atau perjalanan yang akan membuat kita bukan bernama manusia.
Selamat buat Teater Awal UIN SGD Bandung dalam pementasan ini…
21.10   Posted by Danil Edan in

Bookmark Us

Delicious Digg Facebook Favorites More Stumbleupon Twitter

Search